"Seorang nenek duduk di pelataran parkir. Disampingnya terpajang aneka keripik dengan kemasan sederhana. Nampak tidak menarik, apalagi saat sibuknya lalu lalang orang yang keluar masuk gedung mall. Senyumnya ramah menyapa setiap orang yang melaluinya, ia tak bosan menyapa satu demi satu, berharap dagangannya dibeli. Kebanyakan bahkan tak sempat menjawab tawaran sang nenek. Ada juga yang menolak dengan halus. Dan sebagian kecil membelinya. Satu bungkus 10rb, tak seberapa mahal untuk satu kemasan keripik pisang dagangannya. Tapi lihatlah, wajahnya begitu bahagia saat seseorang membelinya.
Seorang kakek setiap hari berjalan kaki berkeliling kompleks, ia membawa sapu lidi hasil buatannya sendiri. Seorang ibu menawar sapu lidi buatan sang kakek, harga yang ditawarkan sudah murah, hanya 10rb. Tapi ibu itu menawar agar sapunya 5rb saja. Di akhir transaksi, kakek melepas sapunya seharga 8rb. Si ibu puas karena mendapat diskon 2rb. Dan hari itu kakek pulang dengan uang hanya 8rb saja. Uang makannya hari itu, yang harus ia bagi lagi bersama istri dan cucunya. Ia tak berhasil menjual banyak, hanya satu sapu saja.
Di sebuah restoran, satu keluarga menikmati makanan dengan lahapnya.Bisa menghabiskan beberapa ratus ribu untuk makan di sana. Tak lupa seudai membayar bill, ayah meninggalkan satu lembar uang 20rb sebagai tip.
Di rumah, seorang ibu mengumpulkan barang bekas karena nanti bias dijual ke tukang rongsokan yang lewat. Lumayan, terkadang dengan tawar menawar yang sengit, akhirnya si ibu mendapat uang 10-20rb. Terkadang si ibu dan si abang masih bergerutu karena harga yang tidak terlalu cocok.
Bayangkan, jika nenek penjual keripik tadi, kita beli saja meski tak butuh. 10rb baginya, bukan hasil meminta, tapi perjuangan kerasnya melangkah puluhan kilometer dari rumahnya mengais rejeki halal.
Jika seandainya kakek penjual sapu, dibayar 20rb meski harga sapu 10rb. Ketimbang menawarnya, ia tentu pulang dengan langkah yang bahagia. Bisa membawakan makanan yang sedikit lebih baik dari biasanya untuk istri dan cucunya.
Lalu, seandainya ibu yang mengumpulkan barang bekas memberikan saja dengan sukarela. Toh ia tidak lagi membutuhkan barang itu. Apa yang terjadi? Doa mengalir dari abang tukang rongsok. Bisa jadi istrinya sedang sakit, atau anaknya butuh biaya sekolah.
Membeli yang tidak kita butuhkan, melebihkan dari harga yang ditawarkan, atau memberikan sesuatu kepada mereka di tengah kerasnya perjuangan hidup mereka yang bertahan untuk tidak meminta-minta. Kitalah yang lebih berbahagia akhirnya, karena mereka begitu saja mendoakan kita dengan tulus.
Mengapa kita membeli mahal tanpa menawar di tempat yang berkelas, lalu menawar sebisa mungkin saat belanja di pinggir jalan. Mengapa 20rb terasa mahal, saat nenek menawarkan sebungkus keripik dagangannya., dibanding kita mudah saja meninggalkan 20rb sebagai uang tip usai makan di restoran......"
Tulisan dari pesan whatsapp temanku beberapa hari lalu yang sayang rasanya untuk tidak dishare juga diblog ini. Clesss rasanya hati ini saat membacanya. Teringat bahwa hal tersebut salah satunya pernah aku lakuin hanya untuk menghemat beberapa rupiah, hanya untuk kepuasan menawar! Tanpa berpikir bahwa beberapa rupiah tersebut sangat berarti buat si pedagang. Hiks.. sedih sekaligus nyesel..... Semoga tulisan yang aku forward melalui blog ini bisa menyentuh hati pembaca blog, agar tidak hanya memikirkan diri sendiri. Tapi melihat dari sisi orang lain dan mencoba merasakan keadaan orang lain. Semoga kita sama-sama menjadi orang yang lebih baik setiap harinya.
Sama-sama belajar yuks... :)